BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Sistem Ekonomi Islam
atau syariah sekarang ini sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak
kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah Indonesia segera
mengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia
seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalisme.
Ekonomi
Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam.
Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi
sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan
untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk
menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam
diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan
ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai
ekonomi tertinggi.
Umat
di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka
bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup
secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa
sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.
B.
Rumusan
masalah
1. Ekonomi
Islam Abad 7 M/1 H – 12 M/6 H
2. Ekonomi
Islam Abad 13 M/7 H – 20 M/14 H
3. Ekonomi
Islam Abad 20-21 M/14-15 H
4. Sejarah
sistem ekonomi islam di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi
sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai
satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi
kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin
bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.
Dengan
kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di
negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan
ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini.
Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan
karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang
lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau
kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang
kelebihannya.
Karena
kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang
menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan
negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas
Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada
Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa
umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab.
Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini
sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara
Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi
Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam.
Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi
sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan
untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk
menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam
diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat
sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim
tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya
sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi
juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus
ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan
untuk akhirat.
Pemaparan sejarah sistem ekonomi
islam yaitu:
1. Ekonomi
Islam Abad 7 M/1 H – 12 M/6 H
Tidak disangkakan lagi bahwa lahirnya sumber hukum
dari sistem ekonomi Islam ada pada periode Rasulullah Saw hingga periode Ali
bin Abi Thalib, sebab periode Ali adalah periode shahabat Nabi yang terakhir
dimana para ulama menyebutnya sebagai akhir periode Khulafaur Rasyidin (Khalifah-Khalifah yang lurus). Periode shahabat
adalah periode yang termasuk sumber hukum Islam yang ketiga dari sistem ekonomi
Islam, yaitu Ijma Shahabat Nabi.
a.
Masa Rasulullah Saw
Masa Rasulullah adalah masa saat dua sumber hukum Islam turun, yaitu al-Qur’an
dan Hadits. Praktek ekonomi yang sesuai dan tidak sesuai dengan Islam pada masa
tersebut akan dijelaskan dan ditetapkan, baik itu pada al-qur’an maupun hadits
Nabi Saw..
Pemanfaatan
kepemilikan telah banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih ulama yang
bersumber dari kitab-kitab hadits para perawi hadits. Seperti pembahasan
seputar kewajiban membayar zakat, memberi shodaqoh, hibah, wasiat dan lain
sebagainya, juga larangan dari sifat bukhl
(pelit), isrof (berlebihan), risywah (suap) dan lain sebagainya. Juga
pembahasan seputar hukum perdagangan atau jual beli, syirkah (kerjasama bisnis), syina’ah
(industri), az-zara’ah (bertani) dan
lain sebagainya, juga larangan terhadap praktek qimar (judi), riba, tadlis
fil bai’ (menyembunyikan cacat dalam jual beli), ghabn fahisy (penipuan) dan lain sebagainya. Hukum-hukum demikian
adalah hukum-hukum Islam mengenai pemanfaatan kepemilikan, baik pembelanjaan
harta (infaq) maupun pengembangan
harta (tanmiyah).
Pendistribusian
harta juga telah ditetapkan di masa Rasulullah saw, contohnya yaitu dalam
pendistribusian harta zakat, al-qur’an telah menetapkan dalam surat at-Taubah:
60 bahwa zakat hanya pada delapan golongan dari masyarakat muslim, dan tidak
dibolehkan diberikan pada selain itu. Apabila pemungut zakat ditetapkan
pelakunya adalah negara sebagaimana terdapat dalam at-Taubah: 103, maka tentu
pendistribusi harta tersebut juga tidak lain adalah negara.
b.
Masa Khulafaur Rasyidin
Masa Khulafaur Rasyidin (Khalifah-Khalifah yang lurus) adalah masa saat
pemerintahan Islam dipimpin secara bergantian oleh Abu Bakar Shiddiq, Umar bin
Khathab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib selama kurang lebih 30 tahun
pasca wafatnya Rasulullah Saw.
Masa ini juga termasuk masa dimana sumber hukum Islam masih ada, yaitu
sumber hukum Islam yang ketiga, Ijma Shahabat. Artinya, sumber hukum dari
sistem ekonomi Islam juga masih ada. Dimana kesesuaian dan ketidaksesuaian
praktek ekonomi pada masa itu akan dijelaskan dan ditetapkan oleh para shahabat
Nabi Saw yang akan kita ketahui melalui kisah-kisahnya.
c.
Masa Bani Umayyah
Periode sumber hukum dari sistem ekonomi Islam telah berakhir. Sebab
periode bani Umayyah adalah periode dimana seringnya suatu relitas ditentang
oleh sebagian dari shahabat Nabi, sehingga hampir tidak pernah terjadi ijma
shahabat. Tinggal masanya pemerintahan ini melanjutkan berjalannya roda sistem
ekonomi Islam yang sudah digelindingkan para pendahulunya, walaupun
perputarannya terkadang keluar masuk pada jalurnya.
d.
Masa Bani Abbasyiah
sebagaimana masa bani Umayyah, masa bani Abbasyiah juga masa dimana roda
dari praktek sistem ekonomi Islam terkadang keluar dan masuk pada relnya. Oleh
karena itu masa Abbasyiah adalah masa dimana banyak lahir para ulama sekaligus
ekonom muslim yang memantau dan menjaga agar sistem ekonomi Islam tetap
berjalan diatas relnya, sekaligus merumuskan ilmu-ilmu ekonomi Islam dengan
lebih spesifik dari masa-masa sebelumnya. Diantaranya yang tersohor adalah Abu Yusuf,
al-Syaibani, Abu Ubaid, Yahya bin Umar, al-Mawardi, al-Ghazali, al-Syatibi,
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun.
2.
Ekonomi Islam Abad 13 M/7 H – 20 M/14 H
a.
Masa Bani Utsmani
Sebutan lainnya adalah Turki Utsmani, yang biasa disebut bangsa Eropa
sebagai Ottoman. Adalah pemerintahan Islam yang beribu kota di bekas ibu kota
kekaisaran Romawi Timur, Konstantinopel. Wilayahnya terbentang dari barat
Afrika bagian utara, jazirah Arab, Syam, Persia hingga Eropa bagian timur.
Tidak banyak perkembangan ilmu ekonomi Islam yang dikisahkan dari sejarahnya,
melainkan hanya cerita tentang keadaan ekonomi yang melanda pemerintahan
tersebut.
b.
Lenyapnya Ekonomi Islam
Lenyapnya ekonomi Islam pada periode sebelum ini seiring dengan lenyapnya
sistem Islam yang menaunginya. Kekhilafahan Islam bani Utsmani tercatat runtuh
pada 3 Maret 1924 dengan diproklamirkan sistem kenegaraan yang baru, Republik
Turki. Sejak saat itu tidak ada lagi penerapan ekonomi Islam sebagai sebuah
sistem. Yang ada hanya penerapan ekonomi Islam bagi individu masyarakat yang
ingin menerapkan untuk dirinya saja.
Namun
demikian tidak dapat memaksakan agar orang lain juga menerapkan sebagaimana
yang ia terapkan, sebab saat itu hingga saat ini ekonomi Islam bukanlah suatu
sistem ekonomi yang memaksa suatu masyarakat untuk menerapkannya. Berbeda
tentunya dengan saat ekonomi Islam sebagai sebuah sistem ekonomi yang
diterapkan sebelum saat keruntuhan sistem Islam yang menaunginya. Dimana
masyarakat dengan rela maupun tidak, akan tetap menerapkan ekonomi Islam, sebab
ekonomi Islam saat itu adalah sebuah sistem ekonomi yang memaksa. Sebagaimana
sistem ekonomi Kapitalisme saat ini yang juga memaksa.
3.
Ekonomi Islam Abad
20-21 M/14-15 H
Lahirnya Kembali Ekonomi Islam
setelah
berpuluh tahun masyarakat Islam hidup tanpa ekonomi Islam sebagai sebuah sistem
ekonomi, kerinduan untuk berpraktek ekonomi dengan cara Islam mulai merasuk
kesetiap dada orang Islam. Bukan hanya sekedar karena ekonomi Kapitalisme tak
mampu memberikan rasa adil, tak mampu menyejahterakan masyarakat, dan semakin
memperlebar jarak antara yang kaya dan yang miskin. Melainkan juga karena
orientasi kehidupan akherat membuat orang Islam terdorong untuk berekonomi
dengan cara yang bisa menghantarkannya pada surga Allah dan menjauhinya dari
siksa neraka.
Kemunculan
kembali isu ekonomi Islam lebih banyak dipengaruhi karena kecintaan masyarakat
Islam terhadap praktek ekonomi yang diridhoi oleh Allah dan RasulNya. Terbukti
pada kasus lain, seperti penggunaan jilbab, dimana pasca keruntuhan Khilafah
Turki Utsmani pakaian jilbab dilarang untuk digunakan oleh rakyat Turki, namun
belakangan pakaian bercirikhaskan Islam itu mulai banyak yang menggunakannya kembali.
Termasuk di Indonesia, kita dapat melihat perbedaanya antara tahun 1970-an
dengan tahun-tahun sekarang. Ini menunjukkan kerinduan terhadap praktek
kehidupan dengan cara yang diridhoi Allah dan RasulNya mulai kembali
dirindukan.
Sejarah
mencatat bahwa bibit-bibit sistem ekonomi Islam mulai bangkit kembali dan
menampakkan tunasnya tidak lama setelah keruntuhannya, yaitu diakhir abad 20
telah mulai diselenggarakan muktamar dan seminar ekonomi Islam diberbagai
tingkat, baik lokal suatu daerah maupun tingkat internasional. Sebagai titik
awal dari kembalinya ekonomi Islam. Demikian catatan sejarah:
o Muktamar
Ekonomi Islam Internasional yang pertama, di Universitas Malik bin Abdul Aziz,
Jeddah, pada tahun 1976.
o Muktamar
Bank Islam pertama di Bank Islam Dubai, tahun 1978.
o elompok
Studi Ekonomi Islam dalam Lapangan Penerapan, Abu Dhabi, tahun 1981.
o Seminar
Ekonomi Islam di Unversitas al-Azhar pada tahun 1980 dan tahun 1981.
o Muktamar
Ekonomi Islam Internasional yang kedua, di Islamabad Pakistan pada tahun 1983.
o Muktamar
Bank Islam yang kedua di Baitit Tamwil al-Kuwaiti, Kuwait, pada tahun 1983.
o Muktamar
Sistem Ekonomi menurut Islam, antara Teori dan Praktek, di Universitas
Mansourouh, Mesir, pada tahun 1983.
4.
Sejarah sistem ekonomi islam di Indonesia
Adapun di Indonesia, ekonomi Islam dengan wujud lembaga keuangan perbankan
syariah baru muncul dan berkembang sejak tahun 1991, dan lembaga keuangan
asuransi syariah tahun 1994. Baru beberapa tahun kemudian yaitu tahun 2000,
banyak Perguruan Tinggi di Indonesia beramai-ramai membuka jurusan atau program
studi ekonomi Islam. Seperti JEI (Jurusan Ekonomi Islam) Dunia akademik inilah
yang kemudian paling banyak berperan dalam mengembangkan ekonomi Islam di abad
21 ini. Sebab hanya lembaga pendidikan yang mampu melahirkan pemikir-pemikir
ekonomi Islam yang kritis, yang memperbaiki praktek-praktek ekonomi Islam yang
keliru, merekonstruksi teori-teori ekonomi Islam yang sudah dibangun sebelumnya
oleh para cendikiawan muslim di masa kejayaannya, dan merancang bangunan sistem
ekonomi Islam agar siap dipraktekkan bilamana sistem besar dari Islam
terbangun.
Di indonesia, perkembangan ekonomi Islam juga telah mengalami kemajuan yang
pesat. Berbagai Undang-Undang yang
mendukung tentang sistem ekonomi tersebut mulai dibuat, seperti UU No. 7 tahun
1992 Tentang Perbankan sebagaimana yang telah di ubah dalam Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (BI) yang dalam Pasal 10, menyatakan bahwa BI dapat
menerapkan policy keuangan berdasarkan prinsip-prinsip Syariah.
Sesuai dengan perkembangan ekonomi
global dan semakin meningkatnya minat masyarakat dengan ekonomi perbankan
secara Islami, ekonomi Islam mendapat tantangan yang sangat besar pula.
Setidaknya ada tiga tantangan yang dihadapi, yaitu: pertama, ujian atas
kredibel sistem ekonomi dan keuangannya. Kedua, bagaimana sistem ekonomi Islam
dapat meningkatkan dan menjamin atas kelangsungan hidup dan kesejahteraan
seluruh umat, dapat menghapus pengangguran dan kemiskinan di indonesia ini yang
semakin marak, serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri yang masih terpuruk
dan masih bernilai rendah dibandingkan dengan negara lain. Dan yang ketiga,
mengenai perangkat peraturan, hukum dan kebijakan baik dalam skala nasional
maupun dalam skala internasional. Untuk menjawab pertanyaan itu, telah dibentuk
sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang tersebut yaitu organisasi IAEI
(Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia.
Pendirian Organisasi ini dimaksudkan
untuk membangun jaringan kerja sama dalam mengembangkan ekonomi Islam di
Indonesia baik secara akademis maupun secara praktek. Dengan berdirinya
organisasi tersebut, diharapkan agar para ahli ekonomi Islam yang terdiri dari
akademisi dan praktisi dapat bekerja sama untuk menjalankan pendapat dan aksinya
secara bersama-sama, baik dalam penyelenggaraan kajian melalui forum-forum
ilmiah ataupun riset, maupun dalam melaksanakan pengenalan tentang sistem
ekonomi Islam kepada masyarakat luas. Dengan demikian, maka InsyaAllah segala
ujian yang yang menghadang dapat dipikirkan dan ditemukan solusinya secara
bersama sehingga pergerakannya bisa lebih efektif dalam pembangunan ekonomi
seluruh umat.
Pendirian ekonomi yang
berlandaskan Al-qur’an dan Al-Hadits ini membawa hikmah yang sangat banyak,
salah satunya praktek ekonomi Islam ini mengigatkan kembali kepada kita bahwa
perbuatan riba itu adalah perbuatan dosa besar yang sangat dibenci Allah SWT
dan mengajarkan kepada kita agar menjauhi perbuatan tersebut. Selain itu
praktek ekonomi Islam juga merupakan wadah menyimpan dan meminjam uang secara
halal dan diridhoi oleh Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan hancurnya komunisme dan sistem
ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung
sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi
kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin
bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.
Lahirnya sumber hukum dari sistem ekonomi Islam ada
pada periode Rasulullah Saw hingga periode Ali bin Abi Thalib, sebab periode
Ali adalah periode shahabat Nabi yang terakhir dimana para ulama menyebutnya
sebagai akhir periode Khulafaur Rasyidin
(Khalifah-Khalifah yang lurus). Periode shahabat adalah periode yang termasuk
sumber hukum Islam yang ketiga dari sistem ekonomi Islam, yaitu Ijma Shahabat
Nabi.
B.
Saran
Semoga dari makalah yang telah kami buat ini bisa
bermanfaat dan menambah ilmu penetahuan tentang sejarah sistem ekonomi islam
bagi pembaca, dan untuk menyempurnakan lagi isi maklah ini kami harapkan adanya
kritik dan saran dari pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar